Teliti terhadap Sebuah Informasi

Share This Post

Islam adalah agama yang menjaga nilai-nilai kehormatan suatu individu maupun masyarakat. Sebaliknya merendahkan atau menghinakannya adalah suatu kezhaliman yang diharamkan Allah Ta’ala. Sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam:

 {فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا}

“Sungguh Allah telah mengharamkan darah kalian, harta-harta kalian dan kehormatan kalian sebagaimana haramnya hari kalian ini, pada bulan kalian ini dan di negeri kalian ini”. (HR. Bukhori)

Tidak jarang kita dihadapkan oleh berbagai berita, informasi baik terkait seseorang, keluarga, komunitas, lembaga, atau umat yang tidak diketahui keshahihannya. Hal ini adalah ujian bagi kita yang membacanya, apakah akan ditelan mentah-mentah, diabaikan, atau  diteliti terlebih dahulu. Apa pun sikap yang kita ambil terhadap berita tersebut maka ia mengandung konsekuensi syar’i dihadapan Allah Ta’ala.

Kisah Haditsul Ifki yang ditujukan kepada ibunda kaum mukminin, Aisyah  Radhiyallahu Anha, yang sempat menggoncangkan rumah tangga Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, pun mendapat pembenaran dari  beberapa orang sahabat, diantaranya Hasan bin Tsabit, Misthah bin Utsatsah dan Hamnah binti Jahsy bahkan ada pula yang menyebar-luaskan berita tersebut sehingga mereka pun dihukum cambuk oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.

لِكُلِّ ٱمۡرِئࣲ مِّنۡهُم مَّا ٱكۡتَسَبَ مِنَ ٱلۡإِثۡمِۚ

“Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya.” (QS. An Nuur : 11)

Begitu pula yang terjadi didalam sebuah peperangan dimana ada sahabat yang membunuh seorang musuh yang sudah  mengucapkan salam (kalimat Islam) karena sahabat itu merasa bahwa ucapan itu hanyalah siasat supaya orang itu tidak dibunuh.

{یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوۤا۟ إِذَا ضَرَبۡتُمۡ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِ فَتَبَیَّنُوا۟ وَلَا تَقُولُوا۟ لِمَنۡ أَلۡقَىٰۤ إِلَیۡكُمُ ٱلسَّلَـٰمَ لَسۡتَ مُؤۡمِنࣰا..}

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah (keterangan sebuah berita) dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu,“Kamu bukan seorang yang beriman,” (lalu kamu membunuhnya)…” (An Nisaa : 94).

Keengganan sahabat ini dalam meneliti atau mencari tahu tentang kalimat tersebut dan terburu-burunya didalam mengambil keputusan (membunuh) berakibat fatal,  padahal Allah hanya mencukupkan hamba-Nya hanya berpegang dengan yang zhahir tidak membebankannya dengan apa yang ada didalam hatinya. 

Ketergesa-gesaan menelan sebuah berita tanpa mau menelitinya untuk  mendapatkan kejelasan atau kebenarannya akan memunculkan berbagai keburukan dan kemudharatan sebagaimana didalam dua kisah  diatas.

Diantara bahaya yang ditimbulkan karena tidak adanya penelitian (tabayun) terhadap suatu berita, dan ternyata  dibelakang hari diketahui bahwa berita itu tidaklah benar–sebagaimana disebutkan Sayyid Muhammad Nuh—adalah :

1. Orang-orang yang baik akan tercemar kebaikannya, rusak kehormatannya karena berita tersebut, seperti yang terjadi pada diri Aisyah Radhiyallahu anha.

2. Darah tertumpah dan harta terampas, sebagaimana kisah yang terjadi pada surat An Nisa ayat 94 diatas.

3. Penyesalan, seperti yang dialami oleh sebagian sahabat yang terlibat dalam Haditsul Ifki, atau yang terlibat dalam kisah di surat an Nisa : 94

4. Hilangnya Kepercayaan dengan disertai kebencian terhadap obyek yang ada didalam berita tersebut… (Afat ala Thariq, 2/199 – 201)

Tentunya hati seorang muslim yang baik akan selalu mengingat Allah Subahanahu wa Ta’ala, Yang Maha Mengetahui segala yang terlahir maupun tersembunyi dari dirinya. Seorang mukmin akan merasa takut dengan hari-hari tatkala dirinya dihadapkan di pengadilan Allah Ta’ala dengan tetap berharap semoga Allah memudahkan perhitungan (hisabnya) nanti..

{یَوۡمَ تَشۡهَدُ عَلَیۡهِمۡ أَلۡسِنَتُهُمۡ وَأَیۡدِیهِمۡ وَأَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُوا۟ یَعۡمَلُونَ }

“Pada hari, (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. An Nuur : 24)

Alangkah indahnya suatu masyarakat manakala terbangun didalamnya rasa saling percaya, saling membantu, berbaik sangka diantara mereka, berlapang dada dengan kekurangan saudaranya, saling menutupi aib diantara mereka karena seorang mukmin adalah cermin bagi dirinya.

Semoga Allah Subahanahu wa Ta’ala senantiasa membimbing diri kita, keluarga, guru-guru, orang-orang yang telah berjasa dalam kehidupan kita untuk tetap berada diatas jalannya yang lurus dan meneranginya dengan hidayah-Nya di dunianya hingga menuju Surga-Nya, Amin ya Robbal Alamin. (USP)

Jelajahi lebih Bayak

Mari bergabung bersama kami

Membina generasi Qur'ani